E:\Musik\Sini\Seventeen

Tidak pernah terbayangkan sebelumnya kalau aku akan duduk di sebuah kedai di sebuah sore yang gerimis sembari berusaha menulis tentang sebuah kelompok musik yang sudah lama terlupakan dari arsip hidup. Ah, bukannya yang tidak bisa terbayangkan memang sering hadir tiba-tiba. Seperti hari ini.

Seperti biasa, beranda Youtube menyarankan konten yang sangat mudah tertebak: permainan, musik, dan vlog entah siapa—yang terus-terusan muncul meski belum pernah sekalipun diklik. Klip-klip seputar Dota 2 mendominasi beranda. Terakhir kali saya melihat kilas balik Amer Al-Barkawi (di usia 11 tahun) mencuri perhatian skena profesional Dota (Warcraft). Di usia yang sama saat bocah yang terkenal dengan nama panggung Miracle itu memenangkan midlane dengan Nevermore, ada anak kecil yang masih sibuk membawa lari selimut dan sprei yang basah oleh pipis sendiri.

Rekomendasi selanjutnya adalah segala tentang Beastie Boys, K Dot dan Rage Against the Machine yang akhir-akhir ini sedang sering dilihat-dengar. Tidak bisa menjelaskan apa-apa mengingat diri sendiri tidak tahu mengapa tiba-tiba mencari mereka. Sangat hip-hop, huh?

Di antara rekomendasi-rekomendasi di beranda Youtube, ada sebuah judul yang muncul dan tidak bisa dikesampingkan oleh mata, pun menimbulkan perasaan aneh di dada. Sebuah judul yang dengan dengan tiba-tiba mendorongmu jatuh ke masa lampau.

“All Stars Eross So7 Patub Letto Tony Soekamti – Jibaku tribute Seventeen”. Sangat pop, huh?

 

 

 

Aku ingat membaca berita perihal musibah yang menimpa kelompok ini saat tampil di Banten beberapa waktu lalu. Jujur saja, aku tidak memikirkan apa-apa selain simpati untuk kehilangan tersebut—dan kehilangan yang lain akibat musibah itu. Namun saat melihat klip di mana musisi Jogja tampil dalam panggung tribut untuk Seventeen, termasuk di antaranya dua personil awal Seventeen, Yudhi dan Doni, ada perasaan begitu dekat dengan rekaman tersebut.

Tidak butuh waktu lama untuk kemudian bergegas membuka arsip musik yang disimpan di laptop butut ini. E:\Musik\Sini\Seventeen. Di dalamnya, tergeletak dua album pertama Seventeen yang dulu membuat seorang siswa SLTP merasa paling jago perihal asmara. Bintang Terpilih (2003) dan Sweet Seventeen (2005). Klik kanan, play with Winamp. Good ol’ days.

Dalam sebuah video wawancara dengan Yudhi dan Doni—yang aku tonton tepat setelah video konser tribut tersebut, Doni berkata bahwa musibah tersebut, meski membawa kehilangan yang amat dalam, juga berhasil ngelumpuke balung pisah (mengumpulkan yang terpisah). Bagiku, sangat sulit untuk tidak setuju dengan perkataannya. Konser tribut untuk Seventeen (akibat musibah itu) membuatku mengumpulkan kembali ingatan yang sudah berdebu dan hampir tersisihkan.

Saat Doni keluar dari kelompok tersebut, aku berhenti mendengarkan mereka—untuk kemudian mendengarkan Kangen Band. Tentu kita akan mudah bersepakat bahwa kelompok musik dengan vokalis bersuara khas akan sulit digantikan siapapun, sekeras apapun dicoba. Hal tersebut berlaku bagi pengganti Doni. Pun Yudhi dan Bani (alm) masih di sana, pendengarnya tahu kelompok ini tidak akan pernah sama lagi.

Aku terlanjur menyukai dua album Seventeen bersama Doni. Jibaku (album Bintang Terpilih), lagu yang kulihat dimainkan di konser tribut Seventeen itu adalah lagu pertama Seventeen yang aku dengar sekaligus aku lihat musik videonya. Melihat personel Seventeen mengadu layang-layang dengan layang-layang milik gerombolan Arie K. Untung (yang ikut menyumbang suara) sembari melantunkan “Ku tak harus milikinya / jika memang kau memaksa / Tapi berjanjilah kawan / kau akan selalu menyayanginya” adalah keabsurdan yang baru bisa kutertawakan dewasa ini.

Saat karya wisata SLTP ke Bali, aku ingat menyanyikan keras-keras Seisi Hati dan Jika Kau Percaya bersama teman-teman di dalam bus yang membawa kami pergi. Sialnya, meski sudah membekali diri dengan lagu tersebut dalam penghayatan di atas rata-rata, harus mendapat sial karena begitu sampai Bali malah diputuskan oleh pacar tepat di tepi pantai—entah Anyer entah Kuta. Untung Siemens C45 yang dipunya dulu belum dapat diinstal Spotify sehingga keinginan tiba-tiba untuk mendengarkan Total Eclipse of the Heart sambil menatap nanar langit Bali yang sedang bagus-bagusnya tidak terlaksana.

Di luar tiga lagu hits mereka di atas, aku banyak mendengarkan Aku Masih Bisa, Cobalah, dan Bintang Terpilih (album Bintang Terpilih) serta Lagu Sadar dan Kau yang Terpilih (album Sweet Seventeen). Kebetulan dulu kakakku memiliki kedua kaset tersebut. Jadi selain dari Sheila on 7, Jikustik dan The Rain, kalian sudah tahu dari mana ke-melankolis-an ini berakar bukan?

Tahun-tahun berikutnya, Seventeen tanpa Doni (kemudian disusul Yudhi) tetap hidup. Semakin populer bahkan. Masih mendengar sambil lalu lagu mereka dari radio, televisi, maupun diputar langsung oleh kawan yang tergila-gila pada Ifan dan kalung tasbihnya.

Namun beberapa tahun belakangan, seingatku tidak lagi sering mendengar nama dan lagu-lagu mereka (kecuali nama Ifan yang pernah menjadi caleg Gerindra). Sedih bukan, saat harus mendengar nama mereka lagi, kalian tahu, lewat berita kehilangan yang tidak seorang pun menginginkannya.

Maka terima kasih bagi kalian, Seventeen, karena telah memberikan kesempatan untuk mendengarkan, untuk mengumpulkan ingatan, juga untuk menuliskan.

***

NB: Ternyata ada versi lengkapnya. Dan entah mengapa tiba-tiba aku kesal karena tidak berada di sana waktu itu.

 

Author: ilhambagusprastiko

Biasa saja.

Leave a comment